Minggu, 09 Oktober 2011

CERITA PETANI



Alkisah zaman dahulu kala ada seorang petani miskin yang hidup dengan puteranya. Mereka hanya memiliki seekor kuda kurus yang sehari-hari membantu mereka menggarap ladang mereka yang tidak seberapa. Pada suatu hari, kuda satu-satunya tersebut menghilang, lari begitu saja dari kandang menuju hutan. Orang-orang di kampung yang mendengar berita itu berkata, "Wahai pak tani, sungguh malang nasibmu!". Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu ...". Keesokan harinya ternyata kuda pak tani kembali ke kandangnya, dengan membawa 100 kuda liar dari hutan. Segera ladang pak tani yang tidak seberapa luas dipenuhi oleh 100 ekor kuda jantan yang gagah perkasa, Orang-orang dari kampung berbondong datang dan segera mengerumuni "koleksi" kuda-kuda yang berharga mahal tersebut dengan kagum. Pedagang-pedagang kuda segera menawar kuda-kuda tersebut dengan harga tinggi, untuk dijinakkan dan dijual. Pak tani pun menerima uang dalam jumlah banyak dan hanya menyisakan 1 kuda liar untuk berkebun membantu kuda tuanya. Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata, "Wahai pak tani, sungguh beruntung
nasibmu!". Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu ...". 

Keesokan harinya, anak pak tani pun dengan penuh semangat berusaha menjinakkan kuda barunya. Namun, ternyata kuda tersebut terlalu kuat, sehingga pemuda itu jatuh dan patah kakinya. Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata, "Wahai pak tani, sungguh malang nasibmu!". Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu ...". Pemuda itupun terbaring dengan kaki terbalut untuk menyembuhkan patah kakinya. Perlu waktu lama hingga tulangnya yang patah akan baik kembali. Keesokan harinya, datanglah panglima perang raja ke desa itu. Dia memerintahkan seluruh pemuda untuk bergabung menjadi pasukan raja untuk bertempur melawan musuh di tempat yang jauh. Seluruh pemuda pun wajib bergabung, kecuali yang sakit dan cacat. Anak pak tani pun tidak harus berperang karena dia cacat. Orang-orang di kampung berurai air mata melepas putra-putranya bertempur, dan berkata, "Wahai pak tani, sungguh beruntung nasibmu!". Pak tani hanya menjawab, "Malang atau beruntung? Aku tidak tahu ..."

Kisah di atas mengungkapkan suatu sikap yang sering disebut: non-judgement. Sebagai manusia, kita memiliki keterbatasan untuk memahami rangkaian kejadian yang diskenariokan Sang Maha Sutradara. Apa-apa yang kita sebut hari ini sebagai "kesialan", barangkaii di masa depan baru ketahuan adalah jalan menuju "keberuntungan" . Maka orang-orang seperti pak tani di atas, berhenti untuk "menghakimi" kejadian dengan label-label "beruntung", "sial", dan sebagainya. Siapalah kita ini menghakimi kejadian yang kita sungguh tidak tahu bagaimana hasil akhirnya nanti. Seorang karyawan yang dipecat perusahaannya, bisa jadi bukan suatu "kesialan", manakala ternyata status ‘job-less’nya telah memecut dan membuka jalan bagi dirinya untuk menjadi bos besar di perusahaan lain. Berhentilah menghakimi apa-apa yang terjadi hari ini, kejadian-kejadian PHK, Paket Hengkang, Mutasi tugas dan apapun namanya… yang selama ini kita sebut dengan "kesialan", "musibah" dan lain-lain, karena sungguh kita tidak tahu apa yang terjadi kemudian di balik peristiwa itu. "Hadapi badai kehidupan sebesar apapun. Tuhan takkan lupa akan kemampuan kita. Kapal hebat diciptakan bukan untuk dilabuhkan di dermaga saja.". (IR)
From : BULETIN OIKOS  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar