Setiap orang Kristen dipanggil untuk menjadi murid Yesus. Itu
berarti meneladani setiap sikap, tingkah laku, dan perbuatan-Nya.
Pendeknya, belajar pada-Nya.
Apa yang harus kita pelajari dari Yesus? Ia bersabda: �Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.� (Mat. 11:29) Marilah kita mau melihat dua sifat Yesus di sini, yakni lemah lembut dan rendah hati.
Apa yang harus kita pelajari dari Yesus? Ia bersabda: �Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.� (Mat. 11:29) Marilah kita mau melihat dua sifat Yesus di sini, yakni lemah lembut dan rendah hati.
Lemah Lembut
Jika dikatakan bahwa Yesus itu lemah lembut, itu tidak berarti bahwa
Dia berhati lemah. Lemah lembut sama sekali bukan kelemahan. Dalam
kenyataan, orang yang lemah lembutlah sesungguhnya memiliki wibawa yang
besar. Ia akan disegani baik oleh kawan maupun lawan.
Kelemah-lembutan yang sejati selalu diikuti oleh kebajikan kesabaran
dan penguasaan diri. Namun, di sisi lain, orang yang lemah lembut
sekaligus akan memiliki pula kebajikan kekuatan dan keberanian yang tak
tergoncangkan. Ia seperti aliran air yang tenang, tetapi dapat mengikis
dan menghaluskan batu sekasar apa pun.
Orang yang lemah lembut juga seperti kota di atas bukit yang tampak
dari jauh. Keutamaannya tidak akan dapat ditutup-tutupi. Hanya dengan
kehadirannya saja ia dapat memberikan rasa sejuk, aman, dan tenang bagi
orang-orang di sekitarnya. Pribadi Yesus yang lemah lembut dengan mudah
membuat anak-anak tertarik kepada-Nya.
Kelemah-lembutan yang tampak jelas dari luar tidak mengatakan bahwa
ia hanya soal lahiriah semata. Sebenarnya, ia adalah kualitas seseorang
yang terpancar dari dalam. Yang pokok ada di dalam. Orang dapat saja
tampak lemah-lembut, membuat dirinya kelihatan lemah-lembut. Namun, itu
bukan jaminan bahwa ia memiliki kebajikan kelemah-lembutan. Mungkin, ia
dapat menipu orang-orang untuk sementara waktu. Akan tetapi, hal
tersebut tidak akan bertahan lama.
Seringkali sikap berpura-pura lemah-lembut mencerminkan keinginan
seseorang untuk diperhatikan atau suatu usaha menutupi kekurangannya.
Tidak jarang pula dalam kesulitan tertentu orang berpura-pura sabar dan
tampak menguasai diri sepenuhnya. Namun, sebenarnya sikap tersebut
keluar dari ketidak-berdayaan untuk mengatasi persoalan tersebut. Untuk
yang terakhir ini, sebenarnya orang tersebut hanya menumpuk
perasaan-perasaan negatif di dalam hatinya. Suatu ketika
perasaan-perasaan tersebut akan meledak atau muncul ke permukaan dengan
berbagai perwujudannya. Misalnya, penyakit fisik, stress berkepanjangan,
insomnia, dan sebagainya.
Orang yang benar-benar memiliki kebajikan kelemah-lembutan akan tahu
dengan pasti kapan harus bersikap tegas dan kapan memang harus mengalah.
Walaupun sebagian besar hidupnya tampak dipenuhi kesabaran, ia tidak
akan segan untuk marah jika itu memang diperlukan untuk kebaikan.
Rendah Hati
Orang sering menyempitkan pengertian kerendahan hati, sebagai tidak
sombong. Pengertian ini memang tidak salah, namun bisa mengakibatkan
kekaburan makna.
Kerendahan hati dalam bahasa Latin disebut humilitas. Kata ini
berasal dari kata humus, artinya: tanah. Kata ini mau mengatakan bahwa
orang menjadi rendah hati kalau ia menyadari asal-usul dirinya. Ia
hanyalah debu tanah yang kotor. Pengenalan diri yang sejati akan selalu
membawa manusia kepada sikap memuliakan Tuhan, Pencipta-Nya. Allah yang
Mahabesar telah sudi mengangkat manusia yang kecil, hina, dan kotor
menjadi anak-anak-Nya sendiri. Dari kesadaran inilah mengalir sikap
bakti dan pelayanan yang sejati dari orang-orang yang rendah hati. Jadi
semangat kerendahan hati selalu disertai semangat pelayanan.
Di sini kita dapat melihat bahwa sebenarnya kerendahan hati itu tidak
hanya sekedar berarti tidak angkuh atau tidak sombong. Artinya yang
lebih dalam bersifat sangat aktif dan dinamis. Orang yang rendah hati
sadar akan segala kelemahan dan keterbatasannya. Namun, ia sekaligus
sadar pula akan segala kekuatan dan kemampuan Tuhan yang ada di dalam
dirinya.
Orang yang rendah hati adalah seumpama orang yang diberi lima talenta
oleh tuannya dan pergi untuk mengembangkannya. Akhirnya, ia
menghasilkan laba lima talenta lagi. Ia sadar bahwa talenta itu
sepenuhnya berasal dari tuannya, bukan miliknya sendiri. Namun, ia juga
sadar bahwa pemberian talenta itu berarti pelimpahan tanggung-jawab.
Dengan segenap kemampuannya, ia berusaha mengembangkan talenta tersebut
untuk kemudian dikembalikan plus labanya kepada tuannya.
Apabila berhasil pun, orang yang rendah hati tahu bahwa itu bukan
karena kehebatannya sendiri, melainkan berkat rahmat Tuhan juga. Baik
kemauan dan pekerjaannya, disadarinya sebagai rahmat dari Tuhan (bdk.
Flp. 2:13). Karenanya, harus dikembalikan seutuhnya demi kemuliaan-Nya.
Kebajikan kerendahan hati ini merupakan kebajikan yang wajib dimiliki
oleh setiap pengikut Kristus. Mengapa? Karena setiap orang Kristen
rawan untuk jatuh ke dalam kesombongan. Mereka diberi kuasa yang tidak
main-main besarnya. Yesus memberi mereka kuasa untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan-Nya, bahkan yang lebih besar daripada itu (bdk. Yoh.
14:12). Kalau tidak waspada, mereka bisa terperosok ke dalam lubang
yang sama seperti lubang kejatuhan Lucifer yaitu, Lubang kesombongan!
Kepada para pengikut Kristus, khususnya para pelayan-Nya: waspadalah!
Jangan sampai setelah mewartakan Injil kepada orang lain, engkau
sendiri ditolak (bdk. 1 Kor. 9:27; lih. juga Mat. 7:21-22). Ingatlah
bahwa �Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang
rendah hati.� (Yak. 4:6)
Kerendahan hati merupakan kebajikan yang luar biasa. Ia membebaskan
seseorang dari banyak kesusahan lain. Dengan tidak mengharapkan pamrih
dalam setiap pelayanannya, ia yang rendah hati terbebas dari kesombongan
kalau dipuji. Namun, ia juga tidak akan berkecil hati kalau gagal. Ia
tahu bahwa usahanya sudah maksimal. Hasilnya sepenuhnya pun sudah
diserahkannya kepada Tuhan. Di dasar lubuk hatinya yang terdalam, ia
hanya mengharapkan perkembangan Kerajaan Allah. Baginya, upah sedinar
sehari saja, yakni keselamatan, sudah sangat memadai. Bahkan ia sadar
sepenuhnya bahwa untuk itu pun sebenarnya ia tidak layak.
Penutup
Jika kerendahan hati diumpamakan sebagai perisai terhadap serangan
musuh, kelemah-lembutanlah yang menjadi pedangnya. Jarang orang yang
dapat bertahan melawan kelemah-lembutan. Dan hampir tidak ada serangan
yang tidak dapat ditangkis kerendahan hati. Modal penginjilan dan
kesaksian yang utama, tidak pelak lagi adalah kelemah-lembutan. Dan di
dalam dinamika pewartaan dan pelayanan Injil, kerendahan hati mutlak
diperlukan.
Betapa pentingnya dua kebajikan ini, hendaknya disadari oleh kita
semua. Tiada hidup kristen yang sehat tanpa kehadiran mereka. Mari kita
mohon agar Tuhan memberikan kita dua anugerah mulia ini.(FG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar