Senin, 26 Maret 2012

Lemah Lembut dan Rendah Hati

Setiap orang Kristen dipanggil untuk menjadi murid Yesus. Itu berarti meneladani setiap sikap, tingkah laku, dan perbuatan-Nya. Pendeknya, belajar pada-Nya.
Apa yang harus kita pelajari dari Yesus? Ia bersabda: �Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.� (Mat. 11:29) Marilah kita mau melihat dua sifat Yesus di sini, yakni lemah lembut dan rendah hati.

Lemah Lembut
Jika dikatakan bahwa Yesus itu lemah lembut, itu tidak berarti bahwa Dia berhati lemah. Lemah lembut sama sekali bukan kelemahan. Dalam kenyataan, orang yang lemah lembutlah sesungguhnya memiliki wibawa yang besar. Ia akan disegani baik oleh kawan maupun lawan.
Kelemah-lembutan yang sejati selalu diikuti oleh kebajikan kesabaran dan penguasaan diri. Namun, di sisi lain, orang yang lemah lembut sekaligus akan memiliki pula kebajikan kekuatan dan keberanian yang tak tergoncangkan. Ia seperti aliran air yang tenang, tetapi dapat mengikis dan menghaluskan batu sekasar apa pun.

Orang yang lemah lembut juga seperti kota di atas bukit yang tampak dari jauh. Keutamaannya tidak akan dapat ditutup-tutupi. Hanya dengan kehadirannya saja ia dapat memberikan rasa sejuk, aman, dan tenang bagi orang-orang di sekitarnya. Pribadi Yesus yang lemah lembut dengan mudah membuat anak-anak tertarik kepada-Nya.
Kelemah-lembutan yang tampak jelas dari luar tidak mengatakan bahwa ia hanya soal lahiriah semata. Sebenarnya, ia adalah kualitas seseorang yang terpancar dari dalam. Yang pokok ada di dalam. Orang dapat saja tampak lemah-lembut, membuat dirinya kelihatan lemah-lembut. Namun, itu bukan jaminan bahwa ia memiliki kebajikan kelemah-lembutan. Mungkin, ia dapat menipu orang-orang untuk sementara waktu. Akan tetapi, hal tersebut tidak akan bertahan lama.

Seringkali sikap berpura-pura lemah-lembut mencerminkan keinginan seseorang untuk diperhatikan atau suatu usaha menutupi kekurangannya. Tidak jarang pula dalam kesulitan tertentu orang berpura-pura sabar dan tampak menguasai diri sepenuhnya. Namun, sebenarnya sikap tersebut keluar dari ketidak-berdayaan untuk mengatasi persoalan tersebut. Untuk yang terakhir ini, sebenarnya orang tersebut hanya menumpuk perasaan-perasaan negatif di dalam hatinya. Suatu ketika perasaan-perasaan tersebut akan meledak atau muncul ke permukaan dengan berbagai perwujudannya. Misalnya, penyakit fisik, stress berkepanjangan, insomnia, dan sebagainya.

Orang yang benar-benar memiliki kebajikan kelemah-lembutan akan tahu dengan pasti kapan harus bersikap tegas dan kapan memang harus mengalah. Walaupun sebagian besar hidupnya tampak dipenuhi kesabaran, ia tidak akan segan untuk marah jika itu memang diperlukan untuk kebaikan.

Rendah Hati
Orang sering menyempitkan pengertian kerendahan hati, sebagai tidak sombong. Pengertian ini memang tidak salah, namun bisa mengakibatkan kekaburan makna.
Kerendahan hati dalam bahasa Latin disebut humilitas. Kata ini berasal dari kata humus, artinya: tanah. Kata ini mau mengatakan bahwa orang menjadi rendah hati kalau ia menyadari asal-usul dirinya. Ia hanyalah debu tanah yang kotor. Pengenalan diri yang sejati akan selalu membawa manusia kepada sikap memuliakan Tuhan, Pencipta-Nya. Allah yang Mahabesar telah sudi mengangkat manusia yang kecil, hina, dan kotor menjadi anak-anak-Nya sendiri. Dari kesadaran inilah mengalir sikap bakti dan pelayanan yang sejati dari orang-orang yang rendah hati. Jadi semangat kerendahan hati selalu disertai semangat pelayanan.
Di sini kita dapat melihat bahwa sebenarnya kerendahan hati itu tidak hanya sekedar berarti tidak angkuh atau tidak sombong. Artinya yang lebih dalam bersifat sangat aktif dan dinamis. Orang yang rendah hati sadar akan segala kelemahan dan keterbatasannya. Namun, ia sekaligus sadar pula akan segala kekuatan dan kemampuan Tuhan yang ada di dalam dirinya.

Orang yang rendah hati adalah seumpama orang yang diberi lima talenta oleh tuannya dan pergi untuk mengembangkannya. Akhirnya, ia menghasilkan laba lima talenta lagi. Ia sadar bahwa talenta itu sepenuhnya berasal dari tuannya, bukan miliknya sendiri. Namun, ia juga sadar bahwa pemberian talenta itu berarti pelimpahan tanggung-jawab. Dengan segenap kemampuannya, ia berusaha mengembangkan talenta tersebut untuk kemudian dikembalikan plus labanya kepada tuannya.

Apabila berhasil pun, orang yang rendah hati tahu bahwa itu bukan karena kehebatannya sendiri, melainkan berkat rahmat Tuhan juga. Baik kemauan dan pekerjaannya, disadarinya sebagai rahmat dari Tuhan (bdk. Flp. 2:13). Karenanya, harus dikembalikan seutuhnya demi kemuliaan-Nya.

Kebajikan kerendahan hati ini merupakan kebajikan yang wajib dimiliki oleh setiap pengikut Kristus. Mengapa? Karena setiap orang Kristen rawan untuk jatuh ke dalam kesombongan. Mereka diberi kuasa yang tidak main-main besarnya. Yesus memberi mereka kuasa untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya, bahkan yang lebih besar daripada itu (bdk. Yoh. 14:12). Kalau tidak waspada, mereka bisa terperosok ke dalam lubang yang sama seperti lubang kejatuhan Lucifer yaitu, Lubang kesombongan!
Kepada para pengikut Kristus, khususnya para pelayan-Nya: waspadalah! Jangan sampai setelah mewartakan Injil kepada orang lain, engkau sendiri ditolak (bdk. 1 Kor. 9:27; lih. juga Mat. 7:21-22). Ingatlah bahwa �Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.� (Yak. 4:6)

Kerendahan hati merupakan kebajikan yang luar biasa. Ia membebaskan seseorang dari banyak kesusahan lain. Dengan tidak mengharapkan pamrih dalam setiap pelayanannya, ia yang rendah hati terbebas dari kesombongan kalau dipuji. Namun, ia juga tidak akan berkecil hati kalau gagal. Ia tahu bahwa usahanya sudah maksimal. Hasilnya sepenuhnya pun sudah diserahkannya kepada Tuhan. Di dasar lubuk hatinya yang terdalam, ia hanya mengharapkan perkembangan Kerajaan Allah. Baginya, upah sedinar sehari saja, yakni keselamatan, sudah sangat memadai. Bahkan ia sadar sepenuhnya bahwa untuk itu pun sebenarnya ia tidak layak.

Penutup
Jika kerendahan hati diumpamakan sebagai perisai terhadap serangan musuh, kelemah-lembutanlah yang menjadi pedangnya. Jarang orang yang dapat bertahan melawan kelemah-lembutan. Dan hampir tidak ada serangan yang tidak dapat ditangkis kerendahan hati. Modal penginjilan dan kesaksian yang utama, tidak pelak lagi adalah kelemah-lembutan. Dan di dalam dinamika pewartaan dan pelayanan Injil, kerendahan hati mutlak diperlukan.

Betapa pentingnya dua kebajikan ini, hendaknya disadari oleh kita semua. Tiada hidup kristen yang sehat tanpa kehadiran mereka. Mari kita mohon agar Tuhan memberikan kita dua anugerah mulia ini.(FG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar